Selasa, 30 November 2010

Makalah Tinjauan Sosial Kultural trhadap Kurikulum KTSP




TINJAUAN SOSIAL KULTURAL TERHADAP KURIKULUM KTSP UNTUK SMA
(Makalah Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum)



Disusun Oleh :
Wahyu Cahya Kumala
(0913022071)



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2010




KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur tentunya hanya bagi Allah SWT sebab hanya karena karunia-Nya-lah penulis dapat mengumpulkan data-data yang didapat dari berbagai sumber. Makalah ini disusun berdasarkan materi yang ada pada mata kuliah Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. Semoga makalah ini berguna bagi yang membaca, terutama mahasiswa-mahasiswa yang sedang mempelajari materi ini.
Tentunya makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, bahkan tak pernah sempurna sebab hanya milik Allah SWT –lah kesempurnaan itu. Untuk itu penulis mohon maaf atassegala kekurangannya dan menerima dengan lapang hati segala kritik dan saran demi perbaikan karya-karya berikutnya. Akhirul kalam, penulis sampaikan terima kasih. Semoga Allah mempermudah jalan kita untuk menggapai ilmu-Nya.

                                                                        Bandarlampung, 29 November 2010

                                                                                                Penulis






BAB I
PENDAHULUAN
             
1.1   Latar Belakang
Pengembangan kurikulum adalah istilah yang komprehensif, didalamnya mencakup: perencanaan, penerapan dan evaluasi. Perencanaan kurikulum adalah langkah awal membangun kurikulum ketika pekerja kurikulum membuat keputusan dan mengambil tindakan untuk menghasilkan perencanaan yang akan digunakan oleh guru dan peserta didik. Keragaman sosial, budaya, ekonomi, dan aspirasi politik harus menjadi faktor yang diperhitungkan dan dipertimbangkan dalam sosialisasi kurikulum, dan pelaksanaan kurikulum. Kurikulum saat ini selalu berubah-ubah mengikuti keadaan yang ada disekitarnya. Dalam pembuatannya kurikulum dipengaruhi oleh beberapa faktor,diantaranya filosofis, psikologis, sosial budaya, politik, pembangunan negara dan perkembangan dunia, Ilmu dan teknologi (IPTEK). Banyak guru yang kebingungan dengan model kurikulum KTSP. Sebab selama bertahun-tahun guru hanya menerima jadi kurikulum dari pemerintah pusat. Model KTSP menuntut kreatifitas mereka untuk menyusun sendiri model pendidikan yang sesuai dengan kondisi lokal dimana sekolah berada.

Kenyataan di atas tidak sesuai dengan prinsip yang ada dalam kurikulum 1994 bahwa guru diharapkan untuk mengembangkan sendiri tema maupun sub-tema yang akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran sesuai dengan kondisi lingkungan pembelajaran. Pengembangan tema dan sub-tema tersebut tidak berarti bahwa guru menerima jadi secara keseluruhan isi kurikulum yang dipakai saat itu. Tindakan pengembangan tersebut sebenarnya sudah merupakan awal atau latihan untuk menyusun silabus dan kurikulum sendiri. Dan bila sampai sekarang guru benar-benar buta dalam menyusun kurikulum lokal (KTSP), tentu ada permasalahan lain yang harus ditinjau kembali. Pengaruh sosial  budaya dalam kurikulum sangat berpengaruh, karena kejadian-kejadian sosial dimasyarakat dapat mengubah sistem yang ada agar membangun orang-orang yang berkompeten pada masa nya.
  
1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
a.       Bagaimana pengaruh sosial budaya terhadap kurikulum KTSP untuk SMA?
                                                   
1.3  Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
a.       Dapat memahami seberapa besar pengaruh sosial kultural terhadap kurikulum KTSP untuk SMA (Tinjauan sosial kultural terhadap kurikulum KTSP untuk SMA).










BAB II
PEMBAHASAN

Istilah “Kurikulum” memiliki berbagai tafsiran yang dirumuskan oleh pakar-pakar dalam bidang pengembangan kurikulum sejak dulu sampai dewasa ini. Tafsiran-tafsiran tersebut berbeda-beda satu dengan yang lainnya, sesuai dengan titik berat inti dan pandangan dari pakar yang bersangkutan. Istilah kurikulum berasal dari bahas latin, yakni “Curriculae”, artinya jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari. Pada waktu itu, pengertian kurikulum ialah jangka waktu pendidikan yang harus ditempuh oleh siswa yang bertujuan untuk memperoleh ijazah. Dengan menempuh suatu kurikulum, siswa dapat memperoleh ijazah. Dalam hal ini, ijazah pada hakikatnya merupakan suatu bukti , bahwa siswa telah menempuh kurikulum yang berupa rencana pelajaran, sebagaimana halnya seorang pelari telah menempuh suatu jarak antara satu tempat ketempat lainnya dan akhirnya mencapai finish. Dengan kata lain, suatu kurikulum dianggap sebagai jembatan yang sangat penting untuk mencapai titik akhir dari suatu perjalanan dan ditandai oleh perolehan suatu ijazah tertentu.
Di Indonesia istilah “kurikulum” boleh dikatakan baru menjadi populer sejak tahun lima puluhan, yang dipopulerkan oleh mereka yang memperoleh pendidikan di Amerika Serikat. Kini istilah itu telah dikenal orang di luar pendidikan. Sebelumnya yang lazim digunakan adalah “rencana pelajaran” pada hakikatnya kurikulum sama sama artinya dengan rencana pelajaran.
Beberapa tafsiran lainnya dikemukakan sebagai berikut ini.
Kurikulum memuat isi dan materi pelajaran. Kurikulum ialah sejumlah mata ajaran yang harus ditempuh dan dipelajari oleh siswa untuk memperoleh sejumlah pengetahuan. Mata ajaran (subject matter) dipandang sebagai pengalaman orang tua atau orang-orang pandai masa lampau, yang telah disusun secara sistematis dan logis. Mata ajaran tersebut mengisis materi pelajaran yang disampaikan kepada siswa, sehingga memperoleh sejumlah ilmu pengetahuan yang berguna baginya.
Kurikulum sebagai rencana pembelajaran. Kurikulum adalah suatu program pendidikan yang disediakan untuk membelajarkan siswa. Dengan program itu para siswa melakukan berbagai kegiatan belajar, sehingga terjadi perubahan dan perkembangan tingkah laku siswa, sesuai dengan tujuan pendidikan dan pembelajaran. Dengan kata lain, sekolah menyediakan lingkungan bagi siswa yang memberikan kesempatan belajar. Itu sebabnya, suatu kurikulum harus disusun sedemikian rupa agar maksud tersebut dapat tercapai. Kurikulum tidak terbatas pada sejumlah mata pelajaran saja, melainkan meliputi segala sesuatu yang dapat mempengaruhi perkembangan siswa, seperti: bangunan sekolah, alat pelajaran, perlengkapan, perpustakaan, gambar-gambar, halaman sekolah, dan lain-lain; yang pada gilirannya menyediakan kemungkinan belajar secara efektif. Semua kesempatan dan kegiatan yang akan dan perlu dilakukan oleh siswa direncanakan dalam suatu kurikulum.
Kurikulum sebagai pengelaman belajar. Perumusan/pengertian kurikulum lainnya yang agak berbeda dengan pengertian-pengertian sebelumnya lebih menekankan bahwa kurikulum merupakan serangkaian pengalaman belajar. Salah satu pendukung dari pengalaman ini menyatakan sebagai berikut: “Curriculum is interpreted to mean all of the organized courses, activities, and experiences which pupils have under direction of the school, whether in the classroom or not (Romine, 1945,h. 14).
Dalam perspektif kebijakan pendidikab nasional sebagaimana dapat dilihat dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa: “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”
Allah menciptakan manusia dengan dibekali berbagai macam perasaan (feeling). Salah satunya adalah perasaan “Ingin Tahu (idle courocity)” dan perasaan “Tidak Puas” terhadap sesuatu yang ia miliki. Dengan rasa keingintahuannya ia berusaha untuk mendapatkan berbagai macam informasi yang banyak, dan dengan rasa ketidakpuasannya ia ingin memiliki sesuatu yang lebih. Manusia adalah makhluk yang dinamis, dan bercita-cita ingin meraih kehidupan yang cemerlang, sejahtera, dan bahagia dalam arti yang luas, baik lahiriah maupun bathiniah, duniawi dan ukhrawi. Namun cita-cita tersebut tidak mungkin tercapai dan terwujud jika manusia itu sendiri tidak berusaha seoptimal mungkin dalam meningkatkan kemampuannya melalui proses kependidikan, karena proses kependidikan adalah suatu kegiatan secara bertahap berdasarkan perencanaan yang matang untuk mencapai tujuan atau cita-cita tersebut.

Pendidikan adalah yang utama dan terutama didalam kehidupan era masa sekarang ini. Sejauh kita memandang maka sejauh itu pulalah kita harus memperlengkapi diri kita dengan berbagai pendidikan. Pendidikan merupakan kebutuhan pokok bahkan mutlak bagi manusia dalam rangka merubah keadaan hidupnya menjadi lebih baik dan terarah. Tanpa pendidikan sama sekali mustahil mereka dapat hidup berkembang sejalan dengan aspirasi (cita-cita) untuk maju, sejahtera dan bahagia menurut konsep pandang hidup mereka.

Dalam kaitannya dengan pendidikan, Lodge (dalam Zuhairini, 2004:10) mengemukakan pengertian pendidikan dalam arti yang luas, yaitu “life is education,and education is life“, akan berarti bahwa seluruh proses hidup dan kehidupan manusia itu adalah proses pendidikan. Jadi pendidikan bagi manusia merupakan kebutuhan sepanjang hidupnya yang dapat memberikan pengaruh baik dalam menata masa depan yang cemerlang, sejahtera dan bahagia.

Selanjutnya dalam arti yang sempit Lodge menjelaskan pengertian pendidikan sebagai berikut :
“ in the narrower sense, education is restricted to that functions, its background, and its outlook to the member of the rising generations. In practice identical with schooling, i.e. formal instruction under controlled conditions “.

Dalam arti yang sempit, pendidikan hanya mempunyai fungsi yang terbatas, yaitu memberikan dasar-dasar dan pandangan hidup ke generasi yang sedang tumbuh, yang dalam prakteknya identik dengan pendidikan formal di sekolah dan dalam situasi dan kondisi serta lingkungan belajar yang serba terkontrol.
Dengan pengertian pendidikan diatas, dapat kita pahami bahwa pendidikan formal di sekolah hanyalah bagian kecil saja dari pada pendidikan informal secara umum, tapi pendidikan formal merupakan pendidikan inti yang sangat urgen dan tidak bisa lepas kaitannya dengan proses pendidikan secara keseluruhan. Pendidikan formal memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan pendidikan informal dalam lingkungan keluarga. Pertama,pendidikan formal di sekolah memiliki lingkup isi pendidikan yang lebih luas, bukan hanya berkenaan dengan pembinaan segi-segi moral tetapi juga ilmu pengetahuan dan keterampilan. Kedua, pendidikan di sekolah dapat memberikan pengetahuan yang lebih tinggi, lebih luas dan mendalam. Sejarah pendidikan sekolah diawali karena ketidakmampuan keluarga memberikan pengetahuan dan keterampilan yang lebih tinggi dan mendalam. Ketiga, karena memiliki rancangan atau kurikulum secara formal dan tertulis, pendidikan di sekolah dilaksanakan secara berencana, sistematis, dan lebih mendasar. (Sukmadinata, 2009:2). Jadi pendidikan formal lebih bersifat sistematis dan konsisten berdasarkan berbagai pandangan teoritikal dan praktikal sepanjang waktu sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Sehinggasecara umum pendidikan dapat mengarahkan peserta didik terhadap peningkatan penguasaan pengetahuan, kemampuan, keterampilan, pengembangan sikap dan nilai-nilai dalam rangka pembentukan dan pengembangan diri peserta didik tersebut, dan tujuan pendidikan yang meliputi kepentingan, kemaslahatan dan kesejahteraan peserta didik dan masyarakat bahkan tuntutan lapangan kerjapun akan mudah tercapai.

Pendidikan juga suatu proses pembelajaran. Sebab pada kenyataannya proses pendidikan yang dilaksanakan diberbagai lembaga pendidikan banyak dilakukan bahkan tidak lepas dari apa yang namanya proses belajar mengajar. Dalam keseluruhan proses pendidikan, kegiatan belajar dan mengajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Hal ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses belajar mengajar yang dirancang dan dijalankan secara professional (Fathurrahman, 2007:8). Sehingga dapat dikatakan bahwa belajar mengajar tidak dapat disepelekan dan diabaikan dalam dunia pendidikan.

Salah satu usaha untuk mendukung tercapainya tujuan pendidikan perlu dibuat sebuah kurikulum pendidikan yang nilai relevansinya tinggi, atau kesesuaian antara pendidikan dengan kebutuhan masyarakat dan pembangunan nasional. Kurikulum (curriculum) merupakan suatu rencana yang memberi pedoman atau pegangan dalam proses kegiatan belajar mengajar (Sukmadinata, 2009:5). Kurikulum mempunyai kedudukan sentral dalam seluruh proses pendidikan. Kurikulum juga merupakan komponen pendidikan yang mengarahkan segala bentuk aktivitas pendidikan demi tercapainya tujuan-tujuan pendidikan dan sebagai acuan dalam setiap satuan pendidikan. Karena kurikulum ini sifatnya urgen maka dibutuhkan perhatian khusus dalam pelaksanaan dan pengembangannya sesuai dengan satuan pendidikan, potensi sekolah, sosial budaya masyarakat dan karakteristik siswa. Upaya pengembangan kurikulum yang senantiasa dilakukan oleh pemerintah dari tahun ke tahun melahirkan sebuah kurikulum baru yang merupakan pengembangan kurikulum sebelumnya, yakni Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

KTSP adalah suatu ide tentang pengembangan kurikulum yang diletakkan pada posisi yang paling dekat dengan pembelajaran yakni sekolah dan satuan pendidikan (Mulyasa, 2007:21). Paradigma baru ini memberikan otonomi luas pada setiap satuan pendidikan dan pelibatan masyarakat dalam rangka mengefektifkan proses belajar mengajar di sekolah.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 (UU 20/2003) tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 (PP 19/2005) tentang Standar Nasional Pendidikan mengamanatkan kurikulum pada jenjang pendidikan dasar dan menengah disusun oleh satuan pendidikan dengan mengacu kepada standar isi (SI) dan standar kelulusan (SKL) serta berpedoman pada panduan yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Selain dari itu, penyusunan KTSP juga harus mengikuti ketentuan lain yang menyangkut kurikulum dalam UU 20/2003 dan PP 19/2005.
1. Definisi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Tujuan tertentu ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Oleh sebab itu kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah. Kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan.
2. Konsep Dasar KTSP
Konsep dasar KTSP meliputi 3 (tiga) aspek yang saling terkait, yaitu (a) kegiatan pembelajaran, (b) penilaian, dan (c) pengelolaan kurikulum berbasis sekolah.
Kegiatan pembelajaran dalam KTSP mempunyai karakteristik sebagai berikut:
a. Berpusat pada peserta didik
b. Mengembangkan kreativitas
c. Menciptakan kondisi yang menyenangkan dan menantang
d. Kontekstual
e. Menyediakan pengalaman belajar yang beragam
f. Belajar melalui berbuat
3. Penilaian dalam KTSP mempunyai karakteristik
a. Dilakukan oleh guru untuk mengetahui tingkat penguasaan kompetensi yang ditetapkan, bersifat internal, bagian dari pembelajaran, dan sebagai bahan untuk peningkatan mutu hasil belajar;
b. Berorientasi pada kompetensi, mengacu pada patokan, ketuntasan belajar, dilakukan melalui berbagai cara, yaitu (a) portfolios (kumpulan kerja siswa), (b) products (hasil karya), (c) projects (penugasan), (d) performances (unjuk kerja), dan (e) paper & pen test (tes tulis).
4. Landasan KTSP
a. UU Nomor20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
b. PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
c. Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi
d. Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan
e. Permendiknas Nomor 24 Tahun 2006 dan Nomor 6 Tahun 2007 tentang pelaksanaan Permendiknas Nomor 22 dan 23/2006
f. Permendiknas Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan
5. Prinsip Pengembangan KTSP
Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang beragam mengacu pada standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional. Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan. Dua dari kedelapan standar nasional pendidikan tersebut, yaitu Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum.
6. Prinsip-prinsip pengembangan kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
a. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.
Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan. Memiliki posisi sentral berarti kegiatan pembelajaran berpusat pada peserta didik.
b. Beragam dan Terpadu
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, jenjang dan jenis pendidikan, serta menghargai dan tidak diskriminatif terhadap perbedaan agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan jender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antarsubstansi.
c. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang berkembang secara dinamis. Oleh karena itu, semangat dan isi kurikulum memberikan pengalaman belajar peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
d. Relevan dengan kebutuhan kehidupan
Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan berpikir, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan vokasional merupakan keniscayaan.
e. Menyeluruh dan berkesinambungan
Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antarsemua jenjang pendidikan.
f. Belajar Seumur Hidup
Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan, dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal, dan informal dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.
g. Seimbang antara kepentingan Nasional dan kepentingan Daerah
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kepentingan nasional dan kepentingan daerah harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan motto Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
7. Acuan Operasional Penyusunan KTSP
a. Peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia
b. Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan peserta didik
c. Keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan
d. Tuntutan pembangunan daerah dan nasional
e. Tuntutan dunia kerja
f. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
g. Agama
h. Dinamika perkembangan global
i. Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan
j. Kondisi sosial budaya masyarakat setempat
k. Kesetaraan gender
l. Karakteristik satuan pendidikan
8. Tujuan Pendidikan Tingkat Satuan Pendidikan
Tujuan ini mengacu pada tujuab umum pendidikan diantaranya :
a. Tujuan pendidikan dasar
Tujuan pendidikan ini meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlaq mulia dan keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
b. Tujuan pendidikan menengah
Tujuan pendidikan ini meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlaq mulia dan keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
c. Tujuan pendidikan menengah kejuruan
Tujuan pendidikan ini meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlaq mulia dan keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
Dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) ini seorang guru dituntut untuk mampu mengubah sumber pembelajaran (Learning Resource) menjadi bahan ajar (Teaching Material), sehingga materi yang diajarkan kepada peserta didik tidak monoton pada buku yang menjadi pegangan di sekolah tersebut serta hal ini akan mengurangi kejenuhan siswa saat belajar. Dengan demikian proses pembelajaran akan berlangsung dengan baik, guru bisa memberikan pelajaran dengan bahan ajar dan metode yang variatif sehingga peserta didik merasa nyaman dan materi yang diajarkan menarik untuk dipahami yang pada akhirnya peserta didik bisa terhindar dari kejenuhan. Jika hal ini terjadi disetiap proses belajar mengajar diberbagai lembaga pendidikan maka tujuan pembelajaran bisa tercapai juga, yakni pemahaman optimal, penguasaan, aplikasi yang akurat sehingga tatanan kognitif, afektif dan psikomotorik akan stabil sebagaimana yang diharapkan tenaga edukatif pada umumnya.

Kurikulum dapat dipandang sebagai suatu rancangan pendidikan. Sebagai suatu rancangan, kurikulum menentukan pelaksanaan dan hasil pendidikan. Kita maklumi bahwa pendidikan merupakan usaha mempersiapkan peserta didik untuk terjun kelingkungan masyarakat. Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan semata, namun memberikan bekal pengetahuan, keterampilan serta nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di masyarakat.
Peserta didik berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan baik formal maupun informal dalam lingkungan masyarakat dan diarahkan bagi kehidupan masyarakat pula. Kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan budayanya menjadi landasan dan sekaligus acuan bagi pendidikan.
Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia – manusia yang menjadi terasing dari lingkungan masyarakatnya, tetapi justru melalui pendidikan diharapkan dapat lebih mengerti dan mampu membangun kehidupan masyakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi, karakteristik, kekayaan dan perkembangan yang ada di masyakarakat.
Setiap lingkungan masyarakat masing-masing memiliki-sosial budaya tersendiri yang mengatur pola kehidupan dan pola hubungan antar anggota masyarkat. Salah satu aspek penting dalam sistem sosial budaya adalah tatanan nilai-nilai yang mengatur cara berkehidupan dan berperilaku para warga masyarakat. Nilai-nilai tersebut dapat bersumber dari agama, budaya, politik atau segi-segi kehidupan lainnya.
Sejalan dengan perkembangan masyarakat maka nilai-nilai yang ada dalam masyarakat juga turut berkembang sehingga menuntut setiap warga masyarakat untuk melakukan perubahan dan penyesuaian terhadap tuntutan perkembangan yang terjadi di sekitar masyarakat.
Israel Scheffer (Nana Syaodih Sukamdinata, 1997) mengemukakan bahwa melalui pendidikan manusia mengenal peradaban masa lalu, turut serta dalam peradaban sekarang dan membuat peradaban masa yang akan datang. Dengan demikian, kurikulum yang dikembangkan sudah seharusnya mempertimbangkan, merespons dan berlandaskan pada perkembangan sosial-budaya dalam suatu masyarakat, baik dalam konteks lokal, nasional maupun global.









BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.      Kurikulum merupakan komponen pendidikan yang mengarahkan segala bentuk aktivitas pendidikan demi tercapainya tujuan-tujuan pendidikan dan sebagai acuan dalam setiap satuan pendidikan.
2.      Kurikulum dapat dipandang sebagai suatu rancangan pendidikan. Sebagai suatu rancangan, kurikulum menentukan pelaksanaan dan hasil pendidikan.
3.      Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang beragam mengacu pada standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional.
4.      Melalui pendidikan manusia mengenal peradaban masa lalu, turut serta dalam peradaban sekarang dan membuat peradaban masa yang akan datang. Dengan demikian, kurikulum yang dikembangkan harus mempertimbangkan, merespons dan berlandaskan pada perkembangan sosial – budaya dalam suatu masyarakat, baik dalam konteks lokal, nasional maupun global.